Ilusrasi penutup kepala pada perempuan, sumber: pexels.com/Monstera |
Sebelum anda lebih jauh membaca tulisan dalam artikel ini, perlu kiranya untuk memahami terlebih dahulu beberapa hal, yakni sebagai berikut:
Oke, lanjut ke pembahasan
Ngomong soal penutup kepala atau pada umumnya dikenal dengan sebutan jilbab, biasanya menjadi pembahasan ekslusif di agama Islam jika konteknya Indonesia dan mungkin saja di berbagai negara lainnya yang mayoritas memiliki penduduk Muslim.
Faktanya, beberapa agama selain Islam, juga mengenal aturan/tradisi penggunaan penutup kepala bagi penganutnya. Melansir situs Republika, penganut Yahudi dan Kristen juga mengenal tradisi penutup kepala bagi pemeluknya. Jika kamu pernah menonton salah satu film India yang berjudul "PK", terdapat adegan dimana pemeluk agama Sikh juga menggunakan penutup kepala.
Dalam tradisi Kristen Orthodox di Timur Tengah, tradisi Misa Latin pada Gereja Katolik, perempuan biasanya menggunakan penutup kepala yang disebut mantilla, bahkan ada pula yang menggunakan jilbab seperti yang biasa digunakan oleh Muslimah.
Ilustrasi penggunaan mantilla saat ibadah, sumber: Sarapan Pagi Biblika |
Melansir situs Sarapan Pagi Biblika, pada saat itu Jemaat di Korintus mengalami kebingungan tentang pakaian liturgi. Rasul Paulus memberikan pandangan yang tak hanya solutif, tapi juga ikut mengakomodir kebudayaan setempat. Beliau sendiri dikenal fleksibel dalam pengajarannya, tapi tidak berseberangan dengan Firman Tuhan.
Perlu diketahui, bahwa pada saat itu, kondisi sosial budaya di Korintus pada zaman itu, melabeli perempuan tanpa tudung sebagai pelacur, perempuan yang mencukur pendek rambutnya identik dengan lesbian dan laki-laki yang berambut panjang dianggap hina. Hal ini juga yang pasti menjadi pertimbangan bagi Rasul Paulus agar perempuan tetap bertudung.
Awalnya, ketentuan memakai tudung ini, diwajibkan bagi perempuan penganut Katolik sesuai dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) 1262. Namun, hasil keputusan Konsili Vatikan II dan Magisterium Gereja Katolik, melalui pernyataan CDF (Kongregasi Doktrin Iman) yang berjudul Inter Insigniores, tertanggal 15 Oktober 1976, menegaskan bahwa kini mantilla tidak lagi menajdi aturan normatif, yang artinya, boleh digunakan dan boleh juga tidak ketika beribadah. Mantilla kini dianggap sebagai ungkapan iman atau devosi pribadi.
Oleh karena itu, saat ini jika ada umat Kristen yang menggunakan penutup kepala, itu bukan karena alasan aurat (note: tetap harus berpakaian sopan dan sederhana, baca: 1 Timotius 2:9-10), melainkan bentuk penghormatan kepada Tuhan, sebab, rambut wanita adalah "mahkota" yang harus ditutup ketika menghadap Sang Raja, yakni Tuhan.
Soli Deo Gloria. Irvin Nofrianto Pabane, Makassar 19 Juni 2021
Catatan: Tulisan ini sama sekali tidak dapat dijadikan rujukan teologis karena saya sebagai penulis, adalah orang awam alias bukan sarjana teologia.
1. https://republika.co.id/berita/dunia-islam/mozaik/17/03/22/on7pas313-umat-nonmuslim-pun-berjilbab diakses pada tanggal 19 Juni 2021.
2. Tentang eksistensi penganut agama Sikh di Indonesia, kamu bisa membaca membaca tulisan Zainal Abidin pada Jurnal Dialog Vol. 38 No. 1 yang diterbitkan Kemenag.
Komentar
Posting Komentar